Sebuah fenomena yang
cukup dilematis ketika koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat
sulit berkembang di Indonesia. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau
justru malah mengalami kemunduran, bagaikan mati suri dalam 15 tahun terakhi. Hal
ini lah yang akan saya bahas, “Mengapa Koperasi Sulit Berkembang di Indonesia?”
"Salah satu yang
menjadi penghalang Koperasi menjadi bisnis skala besar secara internal adalah
pada kualitas sumber daya manusia, pelaksanaan prinsip koperasi, dan sistem administrasi
dan bisnis yang masih rendah," kata Asisten
Deputi Urusan Asuransi dan Jasa Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM Toto
Sugiyono, Sabtu (14/9).
Administrasi koperasi
yang belum tertata dengan baik, menurutnya sudah saatnya diakhiri melalui peningkatan
kualitas sumber daya manusia pengelola koperasi. Jika administrasi
koperasi dilakukan secara profesional, ia berpendapat bukan tidak mungkin akan
lebih banyak jumlah koperasi di Indonesia yang bisa masuk dalam 300 The Global Cooperatives versi ICA
(International Cooperative Alliance)."Sayangnya,
kendala koperasi di Indonesia bukan hanya dari internal tapi juga dari faktor
eksternalnya," katanya. Selaiin itu, ia menambahkan secara eksternal,
kemampuan koperasi di Indonesia masih tergolong rendah dalam memanfaatkan
peluang.
Selain 2 hal diatas,
banyak hal yang menyebabkan koperasi di Indonesia sulit berkembang, yaitu:
1.
Kurangnya Partisipasi Anggota
Kurangnya pasrtisipasi
anggota dikarenakan kurangnya pemahaman anggota mengenai koperasi. Oleh karena itu,
anggota koperasi tidak menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun
insentif terhadap kegiatan koperasi. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang
diberikan oleh pengurus kepada para anggota koperasi disebut-sebut sebagai
faktor utamanya, karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan
menghasilkan manfaat bagi diri mereka pribadi. Padahal semua masalah berpangkal
pada partisipasi anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh,
kemudian memberikan manfaat bagi seluruh
anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2.
Sosialisasi Koperasi
Hal ini berhubungan
dengan hal yang sebelumnya kita bahas. Kurangnya pastisipasi anggota
dikarenakan kurangnya sosialisasi koperasi. Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik
untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari
koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikannya.
Mereka belum paham bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik dan
mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya
serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Hal ini sangat rentan terhadap
penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada
kontrol dari anggotanya terhadap pengurus.
3. Manajemen
Ketidakprofesionalan
manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan
pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Contohnya banyak terjadi
pada KUD yang pada dasarnya berada di daerah terpencil. Banyak KUD yang
bangkrut karena manajemennya kurang profesional. Baik dalam sistem kelola
usahanya, segi sumberdaya manusianya, maupun finansialnya. Banyak pengurus KUD
yang hanya korupsi dana bantuan dari pemerintah.
4. Permodalan
Kurang berkembangnya
koperasi juga berkaitan dengan kondisi modal keuangan koperasi. Kendala modal
itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau
bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri.
Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan
structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan faktor
produksi, khususnya permodalan.
Kepala
Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir
Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan yang
dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha. Hal itu
dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit
Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu. Untuk
mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag
selaku leading sector terus berupaya
mengatasinya melalui pendidikan, pelatihan, serta pemberian modal usaha.
5.
Sumber Daya Manusia
Hal ini berhubungan
dengan hal manajemen. Banyak anggota, pengurus, maupun pengelola koperasi
kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka
koperasi berjalan dengan tidak profesional. Dalam artian tidak dijalankan
sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan,
sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan
oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah,
melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali
dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian
pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya kontrol yang ketat dari
para anggotanya. Selain itu, pengelola yang ditunjuk oleh pengurus seringkali
diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang
diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan
dalam wirausaha.
6.
Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Perkembangan koperasi
di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom
up) tetapi dari atas (top down). Artinya
koperasi berkembang di Indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul
dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di
luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling
membantu memenuhi kebutuhan dan menyejahterakan yang merupakan tujuan koperasi
itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja.
Di Indonesia, pemerintah bekerja double
selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat
menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
7.
“Pemanjaan Koperasi”
Pemerintah terlalu
memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia
tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa
ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib
dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi
menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari
pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan
menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu
negara. Seharusnya, pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasannya
yang baik. Walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan.
Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri, dan
mampu bersaing.
8. Demokrasi
Ekonomi yang Kurang
Dalam arti kata
demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak
koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya.
Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap
masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan
rakyat oleh segala jasa-jasa yang diberikan. Akan tetapi hal tersebut sangat
jauh dari apa yang kita pikirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan
koperasi masih sangat minim. Dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan
pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat
itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena
itu, seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan
pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah dan tanpa syarat yang sangat
sulit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar