Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Mei 2014

SOFTSKILL: ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI-BAGIAN 3

HAK ATAS PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
(Implementasi Kebijakan di Kabupaten Banyumas)
Tedi Sudrajat dan Agus Mardianto
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

ISI KEBIJAKAN (CONTENT OF POLICY)
            Indikator yang digunakan dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan mencakup: (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target groups; (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4) apakah sebuah program sudah sudah tepat, apakah letak program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebit implementornya secara rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
            Dapat ditarik makna bahwa: pertama, isi kebijakan telah mencantumkan kepenttingan kelompok sasaran, yaitu upaya untuk mrningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, Permenkes RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008, Kepmenkes Nomor 004/MENKES/SK/ X/2003, dan Kepmenkes Nomor 1419/MENKES/SK/X/2003; kedua, isi kebijakan sebagian telah mengidentifikasi jenis manfaat yang diterima oleh ibu dan anak meliputi program penurunan angka kematian ibu dan anak, program peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, peningkatan pemberian ASI eksklusif dan perbaikan gizi.

LINGKUNGAN IMPLEMENTASI (CONTEXT OF IMPLEMENTATION)
            Jenis program yang dilakukan cenderung bermanfaat bagi target sasaran, tetapi letak program tersebut masih terkonsentrasi di daerah tertentu dan belum mengakomodir kepentingan masyarakat yang berada di pinggiran dan secara geografis jauh dari Pemerintahan (ex. Gumelar dan Lumbir). Pada perspektif proses, program pemerintah dapat dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Sedangkan pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala program membawa dampak dan dirasionalisasikan dengan lingkungan, kebutuhan dan kemampuan dari pelaksana kebijakan.

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM ATAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI KABUPATEN BANYUMAS
            Setiap aktivitas tidak bisa lepas dari hak dan kewajiban yang melekat dalam setiap ketentuannya. Seperti halnya, penyelenggaraan kesehatan ibu dan anak, jika dalam praktiknya terdapat permasalahan maka hal tersebut akan menimbulkan perselisihan/konflik dan berimplikasi terhadap penerapan sanksi terhadap pelanggarnya, yang dapat dikaji dari berbagai perspektif, baik dari perspektif hukum pidana, hukum perdata, etika profesi, perlindungan konsumen maupun hukum kesehatan. Berikut penjelasan masing-masing perspektif tersebut.
Perspektif Hukum Pidana
            Pasal-pasal dalam hukum pidana yang sangat relevan dalam tanggung jawab pidana seorang tenaga medis yang terkait dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak tercantum dalam Pasal 359 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang mati; Pasal 360 KUHP, yaitu karena kesalahannya menyebabkan luka berat; Pasal 361 KUHP yaitu karena kesalahannya dalam melakukan sesuatu jabatan atau pekerjaannya hingga menyebabkan mati atau luka berat maka akan di hukum lebih berat; Pasal 322 KUHP tentang Pelanggaran Rahasia Dokter; dan Pasal 346, 347, 348 KUHP tentang Aborsi.
Perspektif Hukum Perdata
            Tenaga medis dianggap bertanggung jawab jika melakukan hal-hal berupa, pertama, wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata), dalam hal ini pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh seorang tenaga medis adalah memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pasien; kedua, perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata), dalam hal ini dimaksudkan bahwa perbuatan melawan hukum seorang tenaga medis adalah bertentangan atau tidak sesuai dengan standar profesi, dan pertanggungjawaban dokter ditentukan dari adanya perbuatan melawan hukum tersebut dengan kompensasi ganti kerugian kepada pasien; ketiga, kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUHPerdata), dalam hal ini tenaga medis dianggap melakukan kelalaian atau kurang hati -hati yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan oleh undang-undang, dan tenaga medis tersebut harus memberikan ganti kerugian kepada pasien apabila pasien mengalami kerugian akibat kelalaian tenaga medis tersebut; dan keempat, melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab (Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata), dalam hal ini dokter harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya baik oleh asisten yang bukan dokter, maupun dokter asisten atau perawat dan lain sebagainya berdasarkan tindakan medik tertentu, pertanggungjawaban apabila terjadi kerugian atas diri pasien dengan memberikan ganti rugi yang diberikan oleh dokter atau bawahannya.
Perspektif Etika Profesi
            Apabila terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang tenaga medis, maka akan diselesaikan melalui lembaga Majelis Kode etik yang akan memutus adanya pelanggaran etik atau tidak dari seorang tenaga medis dengan penggolongan kasus menurut pelanggaran ringan, sedang dan berat.
Perspektif Perlindungan Konsumen
            Tujuan diberlakukannya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta kepastian hukum bagi keduanya. Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa hubungan tenaga medis dan pasien dikategorikan sebagai hubungan produsen dan konsumen. Pertanggungjawaban tenaga medis dalam UU No. 8 Tahun 1999 berupa kewajiban tenaga medis untuk memberikan ganti rugi berupa pengembalian uang atau barang yang setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku apabila pasien mengalami kerugian atas tinda kan medis yang dilakukan tenaga medis.
Perspektif Hukum Kesehatan
Pasal 58 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 menentukan bahwa:
Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau   kelalaian   dalam   pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Pasal 190 juga menentukan bahwa:
·         Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau  pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
·         Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan dimaksud  pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan            kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10  (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
            Berdasarkan hal tersebut terdapat doktrin yang berlaku dalam Hukum Kesehatan yaitu “Res Ipsa Liquitur” dimana syarat berlakunya doktrin tersebut apabila kejadian yang dialami oleh pasien dan tenaga medis tersebut tidak biasanya terjadi, kerugian tersebut tidak ditimbulkan oleh pihak ketiga, dan bukan kesalahan korban. Konsekuensi dari doktrin ini dalam Hukum Kesehatan yaitu ada pembebanan kepada tenaga medis mengenai proses pembuktian bagaimana terjadinya kelalaian tersebut sesuai standar yang digunakan didalam melakukan tindakan medis terhadap pasien. Berkaitan dengan hal tersebut, doktrin ini memiliki beban pertanggungjawaban mutlak terhadap tenaga medis yang dinyatakan bersalah.

SIMPULAN
            Pada dasarnya, program pelayanan kesehatan di Kabupaten Banyumas telah ditetapkan menjadi program prioritas daerah, namun dalam implementasinya masih belum memenuhi sasaran. Faktor yang mempengaruhi berupa kurangnya sarana prasarana penunjang kesehatan, cara pandang masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, kurangnya koordinasi antar sektor kesehatan dan kendala geografis. Karena itu, perencana kebijakan di daerah harus dapat mempertimbangkan aspek kebutuhan sarana-prasarana riil dari masyarakat.

SARAN
            Untuk dapat mengatur tata cara dan standar penerapan kebijakan di bidang kesehatan, khususnya di Kabupaten Banyumas maka seharusnya dibentuk Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati yang mengatur pelaksanaan kebijakan peningkatan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Banyumas. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan yang diterapkan memiliki payung hukum sehingga tercipta fungsi pelayanan kesehatan yang terarah dan mendasarkan pada kepentingan serta kebutuhan masyarakat di Banyumas.

Nama kelompok:
1. Dewi Kartika
2. Dina Novayanti
3. Mita Anggraini Rahayu
4. Niken Mia

DAFTAR PUSTAKA
Ariningrum, Ratih, NK Aryastatmi. “Studi Kualitatif  Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Ibu dan
             Bayi Setelah Penerapan KW-SPM Di Kabupaten Badung, Tanah Datar, Dan Kota Kupang”.
             Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Pusat Humaniora Kebi jakan Kesehatan dan
             Pemberdayaan Masyarakat, Vol. 11 No. 1 Januari 2008;
Dewi, Alexandra Indriyanti. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta:Pustaka Book Publisher;
Irianto, Boedi Santoso. “Suatu Tinjauan Malpraktik Dalam Hukum Kesehatan”. Jurnal Themis, Vol 2
             No. 1 Oktober 2007 Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta;
Rozah, Umi. “Pertanggungjawaban Pidana Dokter Dalam Malpraktik Medis”. Jurnal Masalah-
             Masalah Hukum, Vol 33 No. 3 2004. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang;
Soedirham, Oedojo. “Promosi Kesehatan Sebagai Kebijakan Sosial”. Buletin Penelitian Sistem
             Kesehatan Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Vol 10
             No. Juli 2007
Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik (Konsep. Teori. dan Aplikasi), Yogyakarta: Pustaka
            Pelajar;
Triyanto, Bambang Wicaksono. “Citizen Charter dan Reformasi Birokrasi”. Jurnal Kebijakan dan
             Administrasi Publik, Vol 8 No. 2 November 2004. Magister Administrasi Publik Universitas
            Gadjah Mada Yogyakarta;
Tumanggor, Rusmin. “Masalah-Masalah Sosial Budaya Dalam Pembangunan Kesehatan di
            Indonesia”. Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 12 No. 2 2010. Lembaga Ilmu Pengetahuan
            Indonesia, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Jakarta;
Wahyudi, Setya. “Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerugian Akibat Kelalaian Tenaga
            Kesehatan dan Implikasinya”. Jurnal Dinamika Hukum Vol 11 No. 3 September 2011.
            Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto;
Wulansari, Suci; Sugeng Rahanto dan Umi Muzakiroh. “Studi Pelaksanaan Kerja Sama Lintas Sektor
            dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak”, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
            Vol 18 No. 2 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta.

SOFTSKILL: ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI-BAGIAN 2

ASPEK RELIGIUSITAS
DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK HALAL
(Studi tentang Labelisasi Halal Pada Produk Makanan dan Minuman Kemasan)
Oleh:
Dwiwiyati Astogini, Wahyudin, dan Siti Zulaikha Wulandari
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirnan

HASIL ANALISIS
            Penelitian ini menggunakan metode survei dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama merupakan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui identitas responden. Bagian kedua berisi pernyataan responden mengenai aspek religiusitas dan keputusan pembelian consumer goods oleh responden, serta bagian ketiga berisi  pertanyaan-pertanyaan untuk  mengetahui pendapat responden terhadap kepercayaan label halal yang dikeluarkan oleh MUI.
            Peneliti menyebarkan 110 kuesioner dengan respons rate adalah sebesar 91% (100 responden).  Responden berjenis kelamin laki-laki dan responden berjenis perempuan mempunyai persentase yang hampir seimbang, yaitu 51% responden berjenis kelamin laki-laki dan 44% responden berjenis kelamin perempuan. Sedangkan, 5% responden tidak bersedia memberikan jawaban.

HASIL ANALISIS DATA
            Uji  validitas  dan  reliabilitas  dilakukan terhadap 30 jawaban responden hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment, yang diolah dengan program SPSS 16.0, menunjukkan bahwa r hitung untuk semua item pernyataan pada variabel X1,X2,X3,X4, dan X5 lebih besar dibandingkan r tabel (0,463) atau signifikan pada tingkat 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa semua item pernyataan  tersebut valid dan layak digunakan sebagai instrumen penelitian.
            Selanjutnya, untuk menguji   reliabilitas kuesioner dipergunakan perhitungan dengan  rumus alpha cronbach. Nilai yang diperoleh dari hasil uji reliabilitas terhadap item-item pernyataan dalam variabel X1,X2,X3,X4,X5 dan variabel Y memiliki nilai r hitung yang lebih besar dibandingkan nilai r tabel (0,463) atau signifikan pada tingkat 0,01, sehingga semua item pernyataan tersebut reliabel dan layak digunakan sebagai instrumen penelitian.

ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA
Dilakukan pengujian hipotesis penelitian dengan hasil pengujian sebagai berikut :
1. Pengujian hipotesis 1
            Hipotesis ini menyatakan bahwa aspek religiusitas yang terdiri dari dimensi ritual, dimensi ideologis, dimensi intelektual, dimensi pengalaman, dan dimensi konsekuensi mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal, ditolak.
2. Pengujian Hipotesis 2
            Dari pengujian ini 50% responden menyatakan bahwa mereka tidak mempercayai kehalalan produk yang tidak mencantumkan label halal pada sebuah produk. Pendapat yang mereka sampaikan diantaranya adalah;
1)      salah satu indikator bahwa sebuah produk halal untuk dikonsumsi adalah adanya label halal pada kemasan produk,maka jika tidak ada label halal berarti produk tersebut tidak boleh dikonsumsi
2)      jika tidak ada label halal maka kehalalan produk tersebut diragukan, dan mereka berpendapat bahwa hal-hal yang sifatnya masih meragukan lebih baik dihindari
3)      tidak adanya jaminan kehalalan suatu produk jika tidak mencantumkan label halal

            Selain itu, 15% responden menyatakan bahwa mereka ragu-ragu pada  kehalalan  produk  yang  tidak mencantumkan label halal pada kemasan produknya. Kadangkala mereka tetap membeli suatu produk meskipun tidak ada label halalnya jika produk itu penting dan  harus  dikonsumsi,  serta  melihat bonafiditas dari produsen pembuat produk tersebut. 20% responden tidak memberikan jawaban. Sedangkan 35% responden menyatakan bahwa mereka mempercayai   label   halal   yang   dikeluarkan perusahaan, meskipun tidak tercantum label halal resmi yang dikeluarkan oleh MUI. Beberapa alasan yang dikemukakan:
1.      selama ada label halal, merupakan jaminan bahwa produk tersebut halal untuk dikonsumsi
2.      suatu perusahaan tidak akan sembarangan mencantumkan label halal sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban perusahaan pada publik
3.      tidak ada/tidak tahu perbedaan label halal yang dikeluarkan oleh perusahaan dan yang resmi
                  dikeluarkan oleh MUI  jadi percaya saja.

            35% responden menyatakan bahwa mereka tidak mempercayai label halal yang dikeluarkan oleh      perusahaan. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah sengagai berikut:
a)      perusahaan dapat saja mencantumlan label halal pada produk yang mereka buat meskipun tanpa
b)      uji kehalalan yang baik
c)      beberapa perusahaan akan melakukan apa saja agar produk yang mereka produksi dapat terjual
d)      hanya MUI  lembaga yang benar-benar bisa dipercaya untuk mengeluarkan sertifikasi halal sebuah produk.
           
            10% responden menyatakan bahwa mereka ragu-ragu. Beberapa alasan yang dikemukakan:
1.      saat ini banyak sekali produk yang mencantumkan label halal yang bukan dikeluarkan oleh MUI yang beredar di pasaran
2.      dari beberapa kasus    sebelumnya,    untuk    produk    yang mencantumkan label halal yang dikeluarkan oleh MUI pun ternyata tidak halal.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
            Dimensi ritual tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal. Hasil jawaban responden untuk pernyataan-pernyataan dalam dimensi ritual mempunyai nilai rata-rata tinggi yaitu 4,31. Artinya, responden taat dalam menjalankan perintah-perintah agama seperti sholat, puasa, membayar zakat, dan menunaikan (berniat) untuk beribadah haji. Namun, dimensi ini tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen terhadap produk halal. Dimensi ritual nampak dalam hal-hal yang konkrit dan secara langsung berhubungan dengan ritual ibadah, sedangkan keputusan pembelian produk halal lebih mengarah pada kegiatan muamalah yang tidak melibatkan ritual keagamaan dalam pelaksanaanya.
            Dimensi ideologis tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal. Hasil jawaban responden untuk pernyataan-pernyataan dalam dimensi ideologis mempunyai nilai rata-rata sangat tinggi yaitu 4,58. Artinya, responden mempunyai keyakinan yang sangat kuat bahwa Islam merupakan agama yang paling benar dan semua yang diajarkan oleh Islam adalah baik dan harus menjadi pedoman dalam segala bidang  kehidupan.  Namun,  dimensi  ini  tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen terhadap produk halal. Hal ini karena responden berpendapat bahwa kebenaran Islam sudah tidak dipertanyakan lagi, lepas dari keputusan mereka dalam pembelian produk halal. Keyakinan akan kebenaran Islam tertanam dengan sangat kuat karena berkaitan  dengan  aspek Ketuhanan, sedangkan dalam keputusan pembelian, lebih dipersepsikan sebagai kegiatan muamalah yang tidak seecara langsung berhubungan dengan aspek Ketuhanan tersebut.
            Dimensi Intelektual dan Dimensi Pengalaman tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal meskipun nilai rata-rata pernyataan responden untuk kedua dimensi ini cukup tinggi, yaitu 4,16 dan 4,17. Pernyataan responden untuk kedua dimensi ini mempunyai nilai rata-rata terendah diantara dimensi lain. Jawaban responden mengindikasikan bahwa mereka menerima kebenaran Islam lebih karena doktrin-doktrin yang mereka peroleh dari penanaman ajaran Islam yang mereka peroleh sebelumnya, bukan dari argumen dan pemikiran logika yang kuat. Jawaban responden untuk pernyataan tentang usaha untuk menambah pemahaman   tentang   agama   dan menambah pengetahuan keagamaan lewat seminar atau membaca buku-buku keagamaan juga relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa karena keengganan untuk menambah wawasan dan pengetahuan keagamaan, maka sebagian besar responden juga tidak memahami akan esensi pentingnya kehalalan suatu produk. Dalam pemahaman umum, asalkan suatu produk tidak mengandung babi, maka dianggap halal. Padahal pada kenyataannya, banyak sekali produk-produk makanan yang menggunakan zat tambahan seperti pengemulsi,   pengawet,   dan   sebagainya yang merupakan produk turunan atau ekstrak dari salah
            Dimensi konsekuensi mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal. Hasil jawaban responden untuk pernyataan-pernyataan dalam dimensi Idiologis mempunyai nilai rata-rata sangat tinggi yaitu 4,58. Artinya, keputusan konsumen untuk membeli produk-produk yang mereka konsumsi sehari-hari khususnya makanan yang halal didasarkan pada konsekuensi mereka sebagai seorang muslim. Responden mempunyai komitmen untuk mererapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari diantaranya untuk mengkonsumsi yang halal dan meninggalkan yang haram. Salah satu hal menarik yang diperoleh dalam penelitian   ini   adalah   meskipun   responden menyatakan bahwa label halal penting dicantumkan dalam kemasan produk dan mereka berusaha selalu membeli produk dengan kemasan halal dengan memperhatikan ada tidaknya label halal pada produk yang mereka beli, namun jika ternyata produk yang terlanjur mereka beli ternyata tidak mencantumkan label halal sebagian responden menyatakan bahwa mereka akan tetap mengkonsumsinya dan tidak akan mereka buang atau mereka berikan pada orang lain. Dari hasil wawancara dan pertanyaan terbuka yang diajukan kepada responden, beberapa hal yang mendasari hal tersebut adalah beberapa produk makanan kecil terutama yang diproduksi oleh industri rumah tangga jarang mencantumkan label halal pada kemasan produk mereka. Responden akan lebih memperhatikan ada tidaknya label halal untuk produk-produk buatan luar negeri contohnya produk-produk Cina karena ketidakyakinan mereka akan kehalalan komposisi bahan baku untuk membuat produk tersebut.

SIMPULAN
1.      Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa Aspek Religiusitas tidak berpengaruh   terhadap keputusan pembelian produk halal. Diantara 5 Dimensi Religiusitas yang terdiri dari Dimensi Ritual, Dimensi Ideologis, Dimensi Intelektual, Dimensi Pengalaman, dan Dimensi Konsekuensi, yang paling berpengaruh terhadap keputusan  pembelian  produk  halal  adalah dimensi Konsekuensi.
2.      Berdasarkan persepsi konsumen, terhadap logo halal  LPPOM-MUI dan  logo  halal  yang dikeluarkan oleh perusahaan diperoleh hasil bahwa 35% responden mempercayai label halal yang dikeluarkan perusahaan, 35% responden menyatakan bahwa mereka tidak mempercayai label halal yang dikeluarkan oleh perusahaan; 10% responden menyatakan bahwa mereka ragu-ragu dan 20% responden tidak menjawab.Dengan demikian, responden mempercayai label halal baik yang dikeluarkan oleh MUI maupun yang di keluarkan oleh perusahaan. Namun, label halal   MUI   akan   lebih   dipertimbangkan konsumen karena konsumen tidak merasa ragu-ragu akan kehalalan suatu produk.

SARAN
            Jika dilihat dari salah satu dimensi religiusitas, yaitu dimensi Konsekuensi, terlihat bahwa konsumen mempertimbangkan label halal dalam kemasan produk makanan yang dibelinya. Untuk itu, sebagai antisipasi terhadap semakin tigginya nilai-nilai religiuitas didalam masyarakat, maka  sebaiknya perusahaan makanan dalam kemasan memberikan label halal pada produknya. Perusahaan   pada tahap awal dapat menggunakan logo halal yang dibuat sendiri. Namun, diupayakan agar   kedepan, perusahaan dapat memperoleh sertifikasi halal dari LPPOM MUI, sehingga masyarakat akan semakin yakin dengan kehalalan produk makanan dalam kemasan yang dihasilkan perusahaan tersebut.
            Berdasarkan aspek perlindungan konsumen, maka sebaiknya pihak-pihak yang terkait seperti: ulama,   MUI, YLKI, dan sebagainya dapat meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat dengan   mengedukasi   mereka   mengenai   arti pentingnya label halal yang tercantum dalam produk makanan  dalam  kemasan. Dengan demikian, masyarakat terjamin dalam mendapatkan produk makanan yang halalan thoyiban.

Nama kelompok:
1. Dewi Kartika
2. Dina Novayanti
3. Mita Anggraini Rahayu
4. Niken Mia

DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Jamaludin dan  Fuad  Anshari  Suroso, Psikologi  Islam: Solusi  Islam  Atas Problema-                               Problema Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995.
Al Quran dan Terjemahan, Thoha Putra, Semarang, 1995.
Assael, Henry.  (1984) Consumer Behavior and Marketing Action. Fourth Edition. Kent Publishing
              Company. Boston.
Engel, J.F Blacwell. Roger D. & Paul W. Winiard. (1997) Perilaku Konsumen. Alih Bahasa:  
               Budiyanto. F.X. Jilid II, Binapura Aksara.Jakarta.
Fishbein, M. A. & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention and behavior: An introduction to
              theory and research.. Reading, MA: Addison-Wesley.
Engel, J.F Blacwell. Roger D. & Paul W. Winiard. (1997) Perilaku Konsumen. Alih Bahasa:
             Budiyanto. F.X. Jilid I, Binapura Aksara. Jakarta.
Imron (Jurnal Cakrawala Fakultas Agama Islam UMM) Religiusitas Dan Kecerdasan Emosi
             (Perspektif Psikologi Islami).
Jalaludin, Psikologi Agama, Raja Grafindo, Jakarta, 1996.
Jamaludin   Ahmad www.biropersonel.metro.net diases pada tanggal 28 Maret 2008.
Jusmaliani & Hanny Nasution. (2008) Religiosity Aspect in Consumer Behaviour: Determinants of
              Halal Meat Consumption Centre for Economic and Development Studies, Indonesian
              Institute of Sciences Department of Marketing, Monash University Jurnal NCMR 2008.
Karijn Bonne, Iris Vermeir, Florence Bergeaud-Blackler, Wim Verbeke Determinants of halal meat
              consumption in France Journal: British Food Journal Year: 2007 Volume: 109 Issue: 5 Page:
             367-386 ISSN: 0007-070X.
Kerlinger, F.N. 1990. Asas-Asas Penelitian Behavioral, Jilid I, edisi ketiga. UGM Press, Yogyakarta.
Kotler, Philip. (1999) Manajemen Pemasaran. Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
            Pengendalian. Alih Bahasa:  Acelia A.H. Jilid I. Salemba Empat Jakarta.
Kotler Philip.  (1999).Manajemen  Pemasaran, Analisis Perencanaan Implementas,i dan Kontrol,
            Jilid I PT. Prenhalindo, Jakarta.
Loudon, DL and Della Bitta A.J. (1993) Consumer Behaviour Concept and Application. Mc. Grow
             Hill. New York.Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1989. Metodologi Penelitian Survei.     
            LP3ES, Jakarta
Mowen, J.C. & Minor, M. (2003). Perilaku Konsumen: Jilid 1. L.Salim (penerjemah). Erlangga,
            Jakarta.
Malhotra, Naresh K. (1996). Marketing Research An Applied Orientation. Second Edition, Prentice-
            Hall International, Inc. New Yersey.
Noharuddin Nordin. Greater awareness, more options boost halal market, http://www.btimes.com.my
              (Published: 2009/04/13)
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
             1996.
Sugiono, (1999) Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV. ALFABETA. Bandung.
Wibisono, M. Agung, (2008). Hubungan Antara Persepsi  Konsumen  Muslim  Terhadap Labelisasi
             Halal Makanan Kaleng Dengan Pengambilan Keputusan Pembelian Pada Konsumen Muslim
             Di Surabaya, Undergraduate Theses, Unair.
Vijay Amin, Business Opportunities in Halal Food. www.abi.co.uk

http://www.posmetropadang.com.Perilaku Konsumen Sebaiknya Harus Diteliti (Sabtu, 19 Juli 2008)
www.halal-MUI.com (Diakses tanggal 20 Februari 2010).




SOFTSKILL: ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI-BAGIAN 1

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN OLEH BADAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PABRIK YANG MENCEMARI AIR SUNGAI BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BLITAR NO. 46 TAHUN 2011

Faizal Nur Bachtiar, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

ABSTRAKSI
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Badan Lingkungan Hidup Terhadap Pabrik yang Mencemari Air Sungai Berdasarkan Peraturan Bupati Blitar No.46 Tahun 2011 dan untuk mengetahui serta menganalisis hambatan apa saja yang dihadapi oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis sosiologis, serta data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian telah dapat diketahui bahwa penegakan hukum lingkungan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup masih belum optimal, karena terdapat hambatan-hambatan di lapangan. Hambatan internal diantaranya masih kurangnya komitmen pemerintah dalam hal menegakkan hukum lingkungan, sarana, prasarana yang masih belum memadai, dan laboratorium yang masih belum mempunyai sertifikat. Hambatan eksternal diantaranya masih kurangnya kesadaran pengusaha dan masyarakat di bidang penegakkan hukum, sumberdaya masyarakat, kebiasaan pola hidup masyarakat, biaya pengolahan limbah yang relatif mahal.

A. PENDAHULUAN
            Peraturan Bupati Kabupaten Blitar Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Badan Lingkungan Hidup adalah suatu landasan hukum untuk melaksanakan penegakan hukum lingkungan dan untuk melestarikan lingkungan hidup agar serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup di Kabupaten Blitar. Pembangunan berkelanjutan memerlukan adanya pengendalian dan sikap untuk melindungi terhadap lingkungan hidup, agar terwujudnya keselarasan antara manusia dengan lingkungan hidup. Apabila kesadaran akan kepedulian lingkungan masih tidak ada juga, maka akan berdampak besar di masa yang akan datang.
            Badan Lingkungan Hidup merupakan unsur pendukung penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang lingkungan hidup dipimpin oleh Kepala Kantor yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Penyelenggara pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilakukan oleh pemerintah pusat.
            Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral dilakukan oleh departemen atau lembaga non-departemen baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah oleh instansi vertikal. Sedangkan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui jalur Sekwilda, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) dan bekerjasama dengan instansi terkait agar tercapai kesatuan pendapat dan kesatuan tindak dalam penyelenggaraan program pelestarian kemampuan lingkungan terutama dalam rangka pencegahan dan pencemaran lingkungan hidup.

B. RUMUSAN MASALAH
1.         Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup
            Kabupaten Blitar terkait pencemaran air sungai di Desa Jatilengger berdasarkan Peraturan
            Bupati Blitar No. 46 tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Badan Lingkungan
            Hidup Kabupaten Blitar?
2.         Apa hambatan yang dihadapi oleh Badan Lingkungan Hidup di dalam melakukan penegakan
            hukum lingkungan terhadap pencemaran air di Desa Jatilengger?
3.         Apa upaya yang seharusnya dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup untuk meningkatkan
            penegakan hukum terhadap pencemaran air sungai di Desa Jatilengger?

C. METODE PENELITIAN
            Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui secara faktual segala yang terjadi dalam penegakan hukum lingkungan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar. Peneliti memilih lokasi di Kabupaten Blitar karena Kabupaten Blitar merupakan daerah yang masyarakatnya masih banyak bermatapencaharian sebagai wiraswasta, seperti mendirikan pabrik-pabrik kecil atau Home Industry.
            Data primer adalah data yang diperoleh dari pendapat dan pengalaman Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar yang berhubungan langsung dengan pihak yang menjadi bahan penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengumpulan data, serta tanggung jawab lisan dengan responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan cara memaparkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan studi pustaka, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan dengan member kesimpulan.

Nama kelompok:
1. Dewi Kartika
2. Dina Novayanti
3. Mita Anggraini Rahayu
4. Niken Mia

DAFTAR PUSTAKA
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja                  Grafindo Persada, Jakarta.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo                    Persada, 2008).
Nursamsi. 2002, Upaya Pemerintah Daerah (Camat) Dalam Meningkatkan Kesehatan Lingkungan.
Syahrul Machmud, 2012, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, ( Yogyakarta: Graha Ilmu).
Siti Sundari Rangkuti, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga                          University Press, Surabaya.
Takdir Rahmadi, 2012, Hukum Lingkungan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nommy Horas Thombang Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga,                           Jakarta.
P. Joko Subagyo, 2002, Hukum Lingkungan dan Masalah Penanggualannya, PT. RINEKA CIPTA,                           Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Bupati No. 46 Tahun 2011 Pemerintah Kabupaten Blitar.
Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan                            Lingkungan Hidup.
Himpunan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Blitar, Kantor Lingkungan                         Hidup 2009.

Internet
http://www.blitarkab.go.id/?p=272, diakses pada tanggal 16 Agustus 2013
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, diakses pada tanggal 26 September                    2013
http://www.konsultankolesterol.com/artikel-pencemaran-lingkungan/, diakses pada tanggal 29 September                   2013
http://id.scribd.com/doc/57310777/implementasi-adalah, diakses pada tanggal 3 November 2013
http://www.pitikkedu.net/2012/11/pengertian-limbah.html, diakses pada tanggal 3 November 2013
http://jujubandung.biz/2013/07/04/sebab-akibat-pencemaran-air/, diakses pada tanggal 5 November                          2013