Nama saya Mita Anggraini
Rahayu. Saya lahir di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1994. Mamah saya bernama
Susi Susanti, saat saya masih bayi ia sempat bekerja sebagai karyawan swasta.
Namun, setelah adik saya lahir, mamah saya berhenti bekerja agar bisa fokus
merawat adik saya. Adik saya bernama Wida Asmara Dini dan ayah saya bernama
Mulyadi. Ayah saya bekerja sebagai karyawan swasta.
Saya memiliki hidung
mancung dan berwajah oval seperti ayah saya. Selain itu, saya memiliki rambut
berwarna coklat seperti mamah saya. Banyak orang mengira rambut saya dicat
rambut berwarna coklat. Padahal rambut saya berwarna coklat sejak kecil. Mengenai
kepribadian saya, bagi orang-orang yang baru bertemu dengan saya, mereka selalu
berfikir saya orang yang sombong. Akantetapi, setelah mereka mengenal saya,
mereka baru mengakui kalau saya ternyata tidak sombong. Menurut mereka, disaat
bertemu orang baru saya akan diam saja karena saya sedikit pemalu, dan selain
itu mungkin juga karena muka saya terlihat jutek.
Saat saya bayi, mamah
saya masih sibuk bekerja. Oleh karena itu, saya tinggal bersama nenek dan kakek
saya di Asrama Polsek Pasar Minggu. Nenek saya seorang ibu rumah tangga. Ia
bernama Euis Komalasari dan saya memanggilnya dengan sebutan Mamah Is. Kakek
saya seorang Polisi yang bernama Sumaryo dan saya memanggilnya dengan sebutan Bapak
Yayo. Kakek saya pensiun menjadi Polisi disaat saya masih kecil, saya lupa pada
tahun berapa. Mereka sangat menyayangi saya, karena saya adalah cucu pertama
bagi mereka. Apapun yang saya inginkan, selalu mereka turuti.
Pada tahun 2008 Bapak
Yayo meninggal dunia karena sakit diabetes. Kemudian saat saya baru masuk kelas
1 SMA pada tahun 2010, Mamah Is pindah ke Pondok Kopi yang berada di Jakarta
Timur. Akantetapi, saya tidak ikut pindah ke Pondok Kopi, karena itu terlalu
jauh dari sekolah saya yang terletak di daerah Duren 3, Jakarta Selatan. Sebenarnya
saya merasa sangat sedih karena harus pisah rumah dengan Mamah Is yang sudah
merawat saya sejak bayi, tapi saya tidak ada pilihan lain karena saya tidak mau
harus berpindah sekolah ke Pondok Kopi.
Akhirnya pada tahun 2010
saya tinggal bersama orang tua dan adik saya di Cilandak. Apabila saya kangen dengan Mamah Is, saya
akan mengunjunginya dan menginap di Pondok Kopi. Begitu juga sebaliknya, Mamah
Is akan mengunjungi saya dan menginap di Cilandak. Setelah itu kami akan pergi
jalan-jalan berdua dan saling bercerita. Hal ini setidaknya dapat mengurangi
kangen saya kepada Mamah Is.
Mengenai rumah kami di Cilandak,
tempat ini adalah tempat yang sangat cocok untuk belajar. Suasana disini sangat
menyenangkan, karena lingkungannya masih terasa sejuk, padahal sekitarnya sudah
banyak gedung tinggi. Selain itu, suasananya juga sangat tenang, sepi, dan
masih banyak pepohonan rimbun. Selain itu, hampir setiap hari ada suara
pengajian dari speaker Masjid. Suasana seperti ini dapat membuat pikiran lebih
tenang dan jernih. Selain itu, rumah kami berdekatan dengan rumah orang tua dan
saudara-saudara dari ayah saya. Saya memanggil orang tua dari ayah dengan
sebutan nyai dan engkong. Kemudian saya memanggil saudara-saudara ayah dengan
panggilan emak, mamang, abang, dan mpo. Iya, keluarga besar ayah adalah
keluarga Betawi. Saya cukup menikmati suasana seperti ini, dimana rumah kami
sangat berdekatan dengan keluarga besar yang lainnya. Hal ini mempermudah kami untuk
saling membantu apabila ada acara keluarga besar.
Pada tanggal 26 Agustus
2012 saya, adik, dan orang tua saya pindah rumah ke Lenteng Agung. Akantetapi.
Rumah kami yang sekarang tidak seperti rumah kami yang di Cilandak. Rumah kami
di Lenteng Agung ini sedikit lebih ramai dan berpenduduk padat. Selain itu,
disini sangat jarang pepohonan rimbun. Akantetapi, saya tetap menyukai rumah
saya yang sekarang. Karena, jarak antara rumah dan kampus tidak terlalu jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar