Total Tayangan Halaman

Sabtu, 15 Juni 2013

MACAM-MACAM KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM EKONOMI INDONESIA


A. KEBIJAKAN PEMERINTAH TAHUN 1961 - 1969
Kebijakan ini memiliki rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) pada tahun  1961-1969. Rencana pembangunan ini disusun berlandasarkan “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan asas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat/ kelemahannya antara lain:
1)         Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim.
2)         Defisit anggaran yang terus meningkat mengakibatkan hyper inflasi.
3)         Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
Beberapa kebijaksanaan ekonomi–keuangan:
1)         Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)         Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3)         Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).
MASA STABILISASI DAN REHABILITASI (1966 – 1968)
Masalah yang Dihadapi
Menanggapi masalah ekonomi yang kini dengan tajam disoroti oleh MPRS, maka Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dalam percakapan dengan wartawan Kompas menyatakan, bahwa sumber pokok kemerosotan ekonomi ialah penyelewenangan pelaksanaan UUD 1945. sebagai misal pasal 33 yang selama beberapa tahun ini dengan sengaja atau tidak telah didesak oleh landasan-landasan ideal yang lain. Demikian pula realisasi Pancasila dalam bidang ekonomi sering dilupakan. Misalnya sila Kedaulatan Rakyat tercermin dalam pasal 23 yang mengatur anggaran belanja negara (Kompas, 29 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
Periode ini dikenal sebagai periode stabilisasi dan rehabilitasi sesuai dengan masalah pokok yang dihadapi, yaitu:
a)         Meningkatnya inflasi yang mencapai 650% pada tahun 1965
b)        Turunnya produksi nasional di semua sector
c)         Adanya dualisme pengawas dan pembinaan perbankan. Dualisme ini
muncul dari struktur organisasi perbankan yang meletakkan Deputy
Menteri bank Sentral dan Deputy Menteri Urusan Penertiban bank dan
Modal Swasta berada di bawah Menteri Keuangan. (Suroso, 1994).
Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang: Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan, tertanggal 5 Juli 1966, antara lain menetapkan :
(1)              Program Stabilisasi dan Rehabilitasi : 1966 – 1968 (Jangka Pendek)
·         Skala Prioritasnya
a)      Pengendalian inflasi
b)       Pencukupan kebutuhan pangan
c)       Rehabilitasi prasarana ekonomi
d)      Peningkatan kegiatan ekspor
e)      Pencukupan kebutuhan sandang
Komponen Rencananya
a)      Rencana fisik dengan sasaran utama:
1.      Pemulihan dan peningkatan kapasitas produksi (pangan, ekspor dan
sandang)
2.      Pemulihan dan peningkatan prasrana ekonomi yang menunjang
bidang-bidang tersebut.
b)      Rencana Moneter dengan sasaran utama:
1.      Terjaminnya pembiayaan rupiah dan devisa bagi pelaksanaan
rencana fisik
2.      Pengendalian inflasi pada tingkat harga yang relatif stabil sesuai
dengan daya beli rakyat.
Tindakan dan Kebijaksanaan Pemerintah
a)         Tindakan pemerintah “banting stir” dari ekonomi komando ke ekonomi bebas demokratis; dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka; dari anggaran defisit ke anggaran berimbang. (Mubyarto, 1988).
b)         Serangkaian kebijaksanaan Oktober 1966, Pebruari 1967 dan Juli 1967
antara lain :
1. Kebijaksanaan kredit yang lebih selektif (penentuan jumlah, arah,
    suku bunga)
2. Menseimbangkan/ menurunkann defisit APBN dari 173,7% (1965),
    127,3% (1966), 3,1% (1967) dan 0% (1968). (Suroso, 1994).
3. Mengesahkan / memberlakukan undang – undang :
a)      UU Pokok Perbankan No.14/ 1967
b)      UU Perkoperasian No. 12/ 1967
c)      UU Bank Sentral No. 13/ 1968
d)     UU PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968 
e)      Membuka Bursa Valas di Jakarta 1967
(2)        Program Pembangunan Dimulai Tahun 1969/ 1970 (Jangka Panjang)
·         Skala Prioritasnya
1.      Bidang pertanian
2.      Bidang prasarana
3.      Bidang industri/ pertambangan dan minyak
·         Jangka waktu dan strategi pembangunan
1.         Pembangunann jangka menengah terdiri dari pembangunan Lima  
Tahun (PELITA) dan dimulai dengan PELITA I sejak tahun
1969/ 1970
2.         Pembangunan Jangka Panjang dimulai dengan pembangunan
Jangka Panjang Tahap I (PJPT – I) selama 25 tahun, terdiri dari :
A.1.    PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Periode Pelita I dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturan Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
·         Kestabilan harga bahan pokok,
·         Peningkatan Nilai Ekspor
·         Kelancaran Impor
·         Penyebaran Barang di Dalam Negeri.
·         Titik berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
A.2.     PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya Mengenai Perkreditan:
·         mendorong para eksportir kecil dan menengah,
·         mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
Kebijaksanaan Fiskal:
1)         Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna mendorong Investasi Dalam Negeri.  Kebijaksanaan 15 November 1978,
2)         Menaikkan hasil produksi nasional
3)         Menaikan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besar rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
Titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
A.3.     PELITA III 79/80 – 83/84
ü  Paket Januari 1982
Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor.
ü  Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan eksportir maupun importir luar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
ü  Kebijaksanaan Devaluasi 1983
Yaitu dengan menurunkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp. 625/$ menjadi Rp. 970/$. Dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga permintaan negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal, karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
Titik berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah bahan baku menjadi barang jadi
A.4.    PELITA IV 84/85 – 88/89
v  Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
v  Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
v  Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, kebijaksanaan penanaman modal.
v  Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang ekonomi.
v  Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
v  Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
v  Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
Titik berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri penghasil mesin-mesin.
A.5.     PELITA V 89/90 – 93/94
Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan sektor industri penghasil komoditi ekspor, pengolah hasil pertanian, penghasil mesin-mesin dan industri yang banyakk menyerap tenaga kerja.
PELITA V meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. (Suroso, 1994). Periode Pelita V Lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian, dan upaya kondusif guna mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.

B. Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa (otoritas) moneter (Bank sentral) untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Tujuan kebijakan moneter ada dua, yaitu:
- Tujuan umum kebijakan moneter untuk memengaruhi kondisi perekonomian agar sesuai dengan yang dikehendaki yakni dengan adanya pertumbuhan ekonomi.
- Tujuan khusus kebijakan moneter untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar untuk mencapai target-target tertentu dalam bidang ekonomi.
Kebijakan moneter dibagi 2 instrumen, yaitu :
1.         Kebijakan Moneter Kuantitatif
Kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif biasanya berupa campur tangan Bank Sentral secara langsung terhadap kebijakan Perbankan.Adapun beberapa instrumen yang termasuk kebijakan moneter kuantitatif, yaitu:
a)         Operasi Pasar Terbuka
Yaitu kebijakan pemerintah dalam memperjualbelikan surat berharga pada masyarakat.
b)         Politik Diskonto
Yaitu kebijakan pemerintah untuk memengaruhi nilai dan jumlah uang yang beredar dengan instrumen yang digunakan adalah tingkat suku bunga pada Bank-Bank Umum.
c)         Kebijakan Cash Ratio (Persediaan Kas)
Yaitu kebijakan pemerintah untuk memengaruhi nilai dan jumlah uang yang beredar dengan instrumen dana cadangan ke dunia (cash ratio) yang tersedia di Bank Umum.
d)         Kebijakan Uang Longgar (Easy Money)
Yaitu kebijakan yang digunakan untuk mengatasi deflasi (menambah jumlah uang yang beredar) yang dipakai pemerintah untuk mempermudah syarat kredit dengan tujuan meningkatkan produksi.
e)         Kebijakan Uang Ketat (Tight Money)
Yaitu kebijakan yang digunakan pemerintah dengan menerapkan kredit selektif untuk membatasi jumlah uang yang beredar (menekan laju inflasi).
2.         Kebijakan Moneter Kualitatif
Kebijakan moneter yang bersifat kualitatif biasanya berupa pengawasan dan imbauan Bank Sentral kepada kegiatan Perbankan. Jadi, bank sentral tidak campur tangan secara langsung.
Adapun beberapa instrumen yang termasuk kebijakan moneter bersifat kualitatif, diantaranya:
a)         Pengawasan pinjaman secara selektif (kredit selektif)
Yaitu kebijakan yang digunakan untuk mengendalikan dan mengawasi corak pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank.
b)         Imbauan Moral (Moral Suasion)
Yaitu kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia untuk memengaruhi setiap lembaga keuangan dan individu yang bergerak dalam bidang moneter melalui himbauan agar mereka bertindak sesuai dengan otoritas moneter (BI).

C. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan negara atau pengeluaran negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
v  Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
v  Pola persebaran sumber daya
v  Distribusi pendapatan
Kebijakan Fiskal Ekspansioner
Peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
Kebijakan Fiskal Kontraksioner
Pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.

D. Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter di Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian. Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang tepat sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Kebijakan fiskal dan moneter di sektor luar negeri biasa disebut dengan kebijaksanaan menekan dan memindah pengeluaran. 
£  Kebijaksanaan menekan pengeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara mengurangi tingkat konsumsi/ pengeluaran yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi di indonesia.  Misalnya, menaikkan pajak pendapatan dan mengurangi pengeluaran pemerintah.
£  Kebijakan memindah pengeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara memindah dan menggeser pada bidang yang tidak terlalu beresiko memperburuk perekonomian Indonesia. Kebijaksanaan ini dapat dilakukan scara paksa dan dapat juga dipergunakan dengan memakai rangsangan. Secara paksa kebijaksanaan ini ditempuh dengan cara mengenakan tarif atau quota dan mengawasi pemakaian valuta asing. Sedangkan kebijaksanaan dengan rangsangan dapat ditempuh dengan cara menciptakan rangsangan-rangsangan ekspor, menyetabilkan upah dan harga di dalam negeri, dan melakukan devaluasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar