Kerajaan Banten didirikan oleh
Hasanuddin pada abad ke 16 dan terletak di barat laut Banten atau Jawa pada
umumnya. Hasanuddin sendiri adalah putra dari Fatahillah atau Sunan Gunung Jati
dan mencapai masa keemasan pada kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan posisi yang strategis inilah
yang membuat Kerajaan Banten menjadi kerajaan besar di Jawa Barat dan bahkan
menjadi siangan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.
Kehidupan Politik Kerajaan Banten
a. Raja Hasanuddin
Pengislaman Banten oleh Fatahillah
membawa pada berdirinya Kerajaan Banten. Setelah Banten diislamkan oleh
Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin.
Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Ia meletakkan dasar-dasar pemerintahan
Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa
pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan kerajaan Banten dapat berkembang
cuup pesat.
Raja Hasanuddin juga memperluas
wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, maka Kerajaan
Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran perdagangan Selat
Sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati Selat Sunda diwajibkan untuk
melakukan kegiatan perdagangannya di Bandar Banten.
b. Panembahan Yusuf, Maulana Muhammad, Abu’ Mufakir
Setelah wafatnya Raja Hasanuddin
tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi Raja Bnaten
berikutnya. Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga
berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Setelah 10 tahun
memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.
Setelah Panembahan Senopati wafat
digantikan oleh putranya yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana
Muhammad dengan gelar Kanjeng Ratu Benten. Mangkubumi menjadi wali raja.
Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan samapi rajanya
siap untuk memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu
Banten memimpin pasukan kerajaan untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk
menduduki bandar dagang yang terletak di tepi selat Malaka agar bisa dijadikan
tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya dari Sumatera. Palembang
akan dikuasainya, tetapi tak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan
wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru berumur lima
bulan yang bernama Abu’ Mufakir.
Abu’ Mufakir dibantu oleh wali
kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh
pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Rangkung. Pada tahun 1596 M itu
juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka
datang ke Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
c. Sultan Ageng Tirtayasa
Setelah wafat, Abu’ Mufakir
digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’ Mu’ali Ahmad Rahmatullah.
Tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan
jelas. Setelah Sultan Abu’ Ma’ali wafat, ia digantikan oleh putranya yang
bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Di bawah pemerintahannya, Banten
mencapai masa kejayaannya. Ia berupaya untuk memperluas kerajaannya dan
mengusir Beland adari Batavia. Di samping itu, ia memerintahkan kepada pasukan
Banten untuk mengadakan perampokan terhadap Belanda di Batavia.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa
mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul
Kahar. Beliau lebih dikenal dengan Sultan Haji. Sultan Haji membuat
hubungan yang erat dengan Belanda dan hal itu mebuat ayahnya menarik kembali
tahta kerajaan. Kemudian terjadilah perang saudara diantara keduanya.
Peperangan dimenangkan oleh Sultan Haji dan pada akhirnya membawa
kehancuran pada Kerajaan Banten sendiri.
Kehidupan di Banten
Kerajaan Banten terletak di ujung
Pulau Jawa, yaitu daerah Banten sekarang. Daerah Banten berhasil direbut dan
diislamkan oleh Fatahillah dan berkembang sebagai banda perdagangan dan pusat
penyebaran Islam. Banten yang cepat maju dikunjungi oleh pedagang-pedagang
asing seperti pedagang Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Myanmar), Keling,
Portugis, dan lain-lain. Di Banten pun banyak berkembang
perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu. Kehidupan sosialnya
kebanyakan telah mendapat pengaruh Islam. Tak banyak hasil kebudayaan yang
dapat diperoleh dari Kerajaan Banten karena kerajaan ini banyak bergantung pada
hasil pelayaran dan perdagangan. Masjid Agung Banten (Grand Mosque of Banten)
adalah salah satu hasil peninggalannya yang dibangun sekitar abad ke-16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar